Minggu, 27 Mei 2012

Curug Cikaso

Curug unik nan indah dan tiada duanya ini memang menjadi daya tarik sendiri ketika nge-trip ke Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat. Curug anggun ini mempunyai air terjun yang menyebar dan memiliki tiga air terjun dalam satu tempat. Rupanya keunikan curug ini juga memiliki cerita (semacam mitos) dari masing-masing air terjun itu.

Masih terlalu pagi saat kami tiba di Curug Cikaso. Kami berhenti di area parkir kendaraan yang dekat dengan ‘dermaga’ perahu dan sawah yang hanya beberapa petak, dengan loket tiket yang masih sepi. Tengok kanan-kiri kami tak menemukan orang yang menjaga loket atau orang yang bisa kami minta keterangan dimana lokasi Curug Cikaso berada. Barangkali kami pengunjung pertama. Kami* berkeliling sebentar. Ketepian ‘dermaga’ tempat perahu sungai tertambat. Sungai yang cukup besar, dengan berwarna cokelat lumpur, dan ada jejak air agak meluap kepinggiran, bekas hujan tadi malam. Tak berapa lama seorang berperawakan kecil datang, menawarkan jasa perahu yang siap mengantarkan kami ke curug. Kemudian tak berapa lama berikutnya, bapak-bapak dengan perawakan besar muncul, sang penjaga loket tiket.



Setelah Lazuardi ‘Rantip’ bernegosiasi perihal tiket dan biaya perahu, akhirnya kami naik perahu. Kami berlima duduk diatur. Tiap satu bangku satu penumpang supaya perahu tetap seimbang. Seorang mengatur mesin kemudi dibelakang, dan seorang didepan (entah apa perannya sebenarnya). Kami kira perjalanan ke Curug Cikaso menempuh jarak yang jauh dan akan memakan waktu yang cukup lama sehingga kami memutuskan naik perahu, rupanya hanya beberapa langkah saja bisa dijangkau. Aduh…!! Bang penjaga loket kenapa nggak bilang-bilang kalau jaraknya cuma selangkahan kaki doang?

Hanya beberapa menit perahu berjalan, masuk ke sungai kecil, dan mendekati air terjun. Perahu menepi. Tak jauh suara riak air jatuh menghujam ke sungai terdengar.  Terus mendekati, semakin terasa titik-titik air, efek dari air terjun yang tertiup angin terasa di wajah. Udara pagi dan embun terasa basah. Tiga air terjun berjejer ‘menumpahkan’ airnya begitu saja. Itulah keunikan Curug Cikaso, yang memiliki tiga air terjun.

Dibalik keindahan dan keunikannya, Curug Cikaso memiliki cerita tersendiri. Menurut apa yang aku dengar dari sang local guideguide) konon ketiga air terjun itu pernah disinggahi “seseorang”, yakni Pante Butah, Nyi Roro Kidul (tengah), dan Ulung Sakti (agak terpisah sendiri). (akhirnya kami tahu bahwa orang yang tadi didepan perahu itu adalah seorang
Curug ini digunakan oleh Ulung Sakti untuk  menikahkan anaknya, oleh karena itulah dulunya masyarakat setempat menyebutnya Curug Pengantin. Kemudian sejak tahun 2000, pemuda dan tokoh masyarakat setempat merubah nama curug tersebut menjadi Curug Cikaso, dan mulai dipromosikan sebagai destinasi wisata.

Karena perubahan nama itu dikhawatirkan akan membawa sesuatu yang tak diinginkan, maka masyarakat “meminta izin” sebelum perubahan nama curug itu. Mereka mengadakan potong kambing hitam, dengan “mempersembahkan” kepalanya ke curug. Dan sejak perubahan nama itu, konon tidak ada masalah dengan tempat itu.

Agak menggelitik juga bisa mengetahui sedikit cerita dibalik Curug Cikaso. Aku selesai memotret panorama air terjun itu. Elin sibuk bernarsis ria, Erik seperti anak kecil yang baru nemu air, langsung nyebur ke sungai dibawah curug dengan pakaian renangnya, dan tanpa menghiraukan air sungai pagi itu yang super-duper dingin. Di atas bangku coran, Lazuardi memasak mie instan di atas  tungku gas kecil yang biasa digunakan saat camping, ditemani Yeni yang asyik ngemil snack Lays.

Kami semua menghampiri Lazuardi. Elin langsung menyambar Pop Mie yang baru dimasak Lazurdi. Disusul Yeni. Erik dan aku asyik menikmati Sari Roti rasa cokelat. Inilah sarapan ala anak camping. Sambil disisipi obrolan seru, apalagi Elin dan Erik suka ngebanyol, tambah ngakak deh. Sarapan ceria!

Rasanya ada yang kurang? Oh ya..! kita belum foto bareng. Akhirnya kami menuju ke lokasi didepan persis tiga air terjun itu. Kami sambil minta tolong difotoin sama guide-nya, kami bergaya dikit. Kemudian Lazuardi minta difoto sendiri, dan juga ada foto berdua dengan Erik. Dan hasilnya? Zya ampuuunn… Lazuardi berpose dengan gaya ‘orang sakit pinggang alias encok’. Mungkin efek nge-drive dari Jakarta hingga Ujung Genteng, selama kurang lebih tujuh jam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar